Suatu hari di tahun 1864, terdorong keinginan yang kuat untuk menggapai
puncak singasana Dewi Anjani, Zoolinger menembus rimba hutan. Kala itu
Rinjani belumlah menjadi kawasan Taman Nasional seperti sekarang. Jalur
pendakian yang sangat sulit, rimba belantara yang harus dibuka, serta
mitos tempat dimana para jin bersemayam menjadikan pendakian Zoolinger
seorang ahli botani kerkebangsaan Belanda tersebut tersendat-sendat.
Zoolinger tidak sendiri, bersamanya ikut serta porter lokal yang membawa
perlengkapan penelitian. Tak mudah mencapai puncak Rinjani, persediaan
air yang tidak memadai menjadikan angan untuk berdiri di puncak Anjani
sirna sudah. Namun demikian Zoolinger tetap tercatat sebagai pendaki
pertama di Gunung Rinjani.
|
Pemandangan Danau
Segara Anak dan Puncak Anjani dilihat dari Plawangan Senaru. Gunung
Rinjani dengan ketinggian 3726 mdpl merupakan gunung api tertinggi kedua
di Indonesia. Bentang alam akibat proses tektonik vulkanik ribuan tahun
silam menyisakan panorama alam yang menawan di gunung yang menjadi
tenmpat suci dan keramat masyarakat Suku Sasak serta warga Hindu Bali. |
Dua abad setelah pendakian manusia ke Gunung Rinjani, saya bersama
empat teman lainnya mendapat peruntungan. Tiket terbang Jakarta -
Lombok PP serta hal yang sangat menyenangkan sudah menanti kami.
Mengikuti jejak Zoolinger mendaki Gunung Rinjani, targetnya tentu saja
Puncak Anjani diketinggian 3726 mdpl. Adalah Loreal Men Expert bersama
dengan
National Geographic Indonesia
mengadakan kegiatan #blacktrail, sebuah program petualangan yang
memberi edukasi dan membuka mata para pesertanya untuk mengenal
Indonesia lebih jauh, belajar budaya lokal, berinteraksi dengan
masyarakat dan melakukan perjalanan cerdik yang tentu saja memberi
esensi perjalanan yang selama ini belum sepenuhnya saya dan teman-teman
lakukan. Turut pula bersama kami Pak Rifki, dari Indecon (Indonesia
Ecotourism Network) sebuah organisasi yang malang-melintang dalam
pengelolaan destinasi berbasis ekowisata yang tentu saja memberi banyak
manfaat bagi penduduk lokal. Nicholas Saputra, idola saya yang
membintangi film Soe Hok Gie, Janji Joni dan sederet film hebat lainnya.
Cahyo Alkantana videographer kawakan, karyanya sudah mendunia dan
menjadikan pria 49 tahun kelahiran Yogyakarta ini menjadi petualang yang
paling diperhitungkan di negeri ini.
***
Kami membuka pagi pertama di Desa Sembalun, yang menjadi salah satu
jalur pendakian yang ada di Rinjani selain Senaru dan Torean. Porter
kami pagi ini menyajikan kopi dengan takaran pas, dan tentu saja pancake
berstandar internasional dengan cita rasa lezat buatan penduduk
Sembalun, sebuah kemajuan besar. Rinjani Trek Management Board (RTMB)
adalah pihak yang sangat berjasa dalam mengedukasi para porter yang
kesemuanya merupakan warga lokal. Usaha edukasi ini tentu saja membawa
dampak besar terhadap pengelolaan kawasan Rinjani, tidak hanya dampak
nyata dalam pelestarian kawasan alam, namun juga dampak ekonomi bagi
warga lokal.
"Dulu kalau kita rebus air, atau memasak nasi. Itu semua peralatan
harus dijaga. Kalau ditinggalin sebentar, bisa hilang semua peralatan
masak, bahkan panci yang lagi dimasak nasipun ikut raib." tutur Cahyo
Alkantana mengenang betapa rawannya Rinjani saat pendakiannya tahun
1982. Cerita-cerita seram itu pun saya dengar saat briefing sebelum
keberangkatan menuju Rinjani di kantor Loreak Men Expert, tenda yang
hilang dan pemalakan yang dilakukan warga lokal.
Namun Pak Rifki dari Indecon meyakinkan sekali lagi bahwa Rinjani
silam sudah melambung meninggalkan catatan-catatan hitamnya "Rinjani
sekarang sudah sangat aman, masyarakat lokal diberdayakan sebagai
porter. Pemasukan mereka sebagai porter bisa menghidupi keluarga. Jika
musim pendakian ditutup, masyakat memancing ikan atau berladang."
Cerita mengenai Rinjani pun menguap bersama sinar matahari pagi yang
semakin meninggalkan cakrawala timur. Pukul tujuh, semua porter sudah
berkumpul menyiapkan barang bawaanya masing-masing. Kami para peserta
blacktrail tentu juga mengambil persiapan untuk pendakian panjang hari
ini. Guide kami, Abdul seorang pria lokal lulusan Sastra Inggris dari
Universitas Mataram menjelaskan bahwa pendakian hari ini akan ditempuh
dalam waktu lebih kurang 10 jam, tergantung kecepatan perjalanan kami.
Kami menyinggahi kantor Taman Nasional Gunung Rinjani di Desa
Sembalun. Guide kami menerangkan jalur pendakian yang akan dilewati hari
ini. Kemudian masing-masing kami diberi tanda masuk untuk para pendaki.
Tanda masuk ini bertarif Rp 10.000 untuk pendaki domestik dan Rp
150.000 untuk pendaki berkewarganegaraan asing. Kami menggantungkan
tanda masuk ini di tas yang kami bawa. Pendakian-pun dimulai.
***
Kami melewati jalanan berbatu, perkebunan penduduk. Dikiri-kanan
rumput-rumput menguning. Tanah berbatu yang kami lewati menerbangkan
debu-nya saat telapak sepatu kami menginjak tanah agak keras.
Pohon-pohon mengering, yang tersisa hanya rantingnya saja. Daunnya
mungkin sudah menyatu dengan tanah. Kami berjalan semakin cepat
beriringan dengan sengatan matahari.
Kami berjalan mengejar Pos 1 Sembalun diketinggian 1300 mdpl. Dari
pintu Sembalun menuju POs 1 perjalanan melintasi padang sabana dan tentu
saja sangat menguras tenaga. Meskpiun datar, namun sabana Sembalun
menyiksa kulit. Panas matahari menembak kulit kami secara langsung,
tanpa ada tempat berteduh mau tidak mau kami harus melangkah lebih
cepat. Sebelum matahari tepat diubun-ubun kami sudah menginjakkan kaki
di Pos 1 Sembalun sudah dipenuhi para pendaki lain dari berbagai daerah
termasuk turis mancanegara .
Perjalanan beranjak dari ketinggian 1300 mdpl menuju 1500mdpl.
Tujuan kami adalah Pos 2 Tengengean. Di pos ini kami beristirahat
menunggu makan yang sedang disiapkan porter. Hampir semua para pendaki
menjadikan Pos Tengengean sebagai tempat untuk menggelar tikar dan
kompor, memasak makanan untuk asupan energi jalur pendakian berikutnya.
Jalur pendakian yang menanjak menuju Plawangan Sembalun melewati jalur
pendakian yang sangat menyiksa, bukit penyesalan dan bukit penyiksaan.
|
Porter melewati
padang sabana Sembalun menuju Plawangan Sembalun. Kehadiran porter
dibawah naungan Rinjani Trek Management Board sangat membantu serta
memudahkan kegiatan pendakian bagi para wisatawan. Melalui edukasi yang
diadakan, porter serta guide di Gunung Rinjani sudah memiliki standar
pelayanan bagi para pendaki. |
Perjalanan dari Pos 2 menuju Plawangan Sembalun menyisakan
pelajaran berharga bagi para pendaki. Ini soal alam yang tak mungkin
untuk dilawan apalagi ditaklukan. Bayang-bayang bukit menghitam hangus
akibat kebakaran lahan menjadi permasalahan baru bagi para pendaki. Di
Rinjani, kebakaran adalah hal yang sangat rentan terjadi. Musim panas
dalam waktu panjang mengeringkan rumput, mebuat tanah menjadi gersang.
Gesekan-gesekan menimbulkan percikan api, membakar lahan dan menyebarkan
asap-asap kebakaran yang sangat berbahaya. Alam bisa bersahabat dengan
pendaki namun dengan seketika bisa menjadi lawan yang mematikan.
Kebakaran perlu diwaspadai jika mendaki Rinjani saat musim panas, hal
ini pulalah yang harusnya disadari para pendaki. Para pendaki perokok
hendaknya memikirkan kembali efek dari kegiatan merokok yang mereka
lakukan, begitu pula pendaki yang membuat unggun.
Bukit penyesalan belum juga habis di daki, kami beristirahat sejenak
di Pada Balong di ketinggian 1800mdpl. Saya tersandar ditumpukan batu,
begitupun teman pendakian.
"Jangan percaya tentang penyesalan yang datang di akhir. Disini
penyesalan datang lebih awal, belum juga sampai di puncak Rinjani. Saya
sudah menyesal..." seloroh Farli, seorang pendaki yang ikut dalam
rombongan pendakian.
Lewat Pada Balong, jalur semakin menanjak. Kami melewati tanah
kering, dikiri kanan rerumputan kering menguning. Vegetasi dpenuhi pohon
cemara gunung, paku gunung serta rereumputan. Kabut juga mulai
menyentuh pucuk-pucuk kayu, menyisakan pemandangan hampa. Saya mengambil
fokus untuk tidak melihat tanjakan tanah yang akan saya lewati. Hanya
memandang kebawah, berusaha untuk berkonsentrasi melewati
tanjakan-tanjakan. Konon cara ini adalah cara ampuh untuk menghilangkan
frustasi melewati tanjakan. Fokus dan tatapan mata kebawah sedikit
banyak mengurangi beban perasaan bahwa kita masih harus melewati
tanjakan terjal.
Sebelum senja kami menginjakkan kaki di area datar, ini belum Plawangan
Sembalun yang menjadi tempat peristirahatan kami malam ini. Matahari
senja bersinar kemerah-merahan dari balik gumpalan awan berhasil
menghentikan langkah kami kemudian duduk menikmati matahari hilang dari
penggungan bukit. "Di balik awan ini, Danau Segara Anak" Adjie menunjuk
ke arah awan yang menggumpal menutupi cekungan yang dikelilingi bukit.
Matahari sudah berganti dengan gelap malam, kami mulai memasang jaket,
sarung tangan, penutup kepala dan menyalakan senter menuju Plawangan
Sembalun. Butuh waktu seitar 20 menit untuk tiba di Plawangan Sembalun.
|
Porter
menyediakan makanan bagi para pendaki. Keseluruhan porter adalah warga
lokal, sehingga kehadiran wisatawan yang mendaki menggunakan jasa porter
turut membantu perekonomian masyarakat lokal. |
Sesampainya di Plawangan Sembalun, tenda sudah berdiri.
Masing-masing tenda sudah terbentang matras dan sleeping bag yang akan
menghangatkan kami malam ini. Teh hangat sudah tersedia untuk siap
diminum, sementara makanan masih dimasak oleh para porter. Lagi-lagi
saya dibuat kagum oleh kinerja porter yang bekerja luar biasa. Porter
menjadi peringan beban para pendaki, terutama bagi para pendaki yang
ingin menikmati jalur pendakian namun kesulitan untuk menyediakan tenaga
lebih untuk membawa bekal maupun memasak makanan.
Porter di Rinjani ibarat bidadari bagi para menusia yang dilanda
asmara. Mereka memberikan totalitas pekerjaan untuk kenyamanan para
pendaki. Pengelolaan Rinjani dan ketersedian porter yang berawasan
tentunya patut dicontoh oleh gunug-gunung yang sudah dikelola ataupun
yang akan dikelola untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata yang turut
memberi pemasukan bagi masyarakat lokal. Bagi pendaki tentu saja ini
akan sangat membantu, dengan membayar tarif porter maupun pemandu yang
berkisar Rp 125.000 - 200.000 pendakian ke Puncak Rinjani bisa dilakukan
dengan aman dan nyaman.
***
Masih dinihari, diluar tenda beberapa tim pendakian sudah terbangun.
Beberapa perlengkapan mulai dikemas, logistik, spanduk, perlengkapan
pribadi pendakian dipastikan cukup tersedia. Hal yang paling penting
tentu saja ketersedian penerangan yang cukup untuk summit kali ini.
Pukul 02.30 kami mulai meninggalkan Plawangan Sembalun, tempat kami
bermalam di ketinggian 2639 mdpl.
Dari Plawangan Sembalun menuju puncak Rinjani diperkirakan memakan
waktu 3 hingga 4 jam. Lagi-lagi semua tergantung kecepatan kita dalam
berjalana. Menggapai puncak Rinjani bukan perkara mudah, tanah berdebu
menjadi jalan pembuka perjalanan ke puncak. Belum lagi hembusan udara
dingin yang menerpa semakin memberatkan langkah menuju puncak Rinjani.
Beberapa diantara kami bahkan harus memupuskan harapannya untuk
menggapai puncak Rinjani dan berbalik arah kembali ke Plawangan
Sembalun.
Saya bersama Firman Firdaus menjadi anggota tim yang terakhir
menggapai puncak Rinjani. Meskipun tidak bisa menyaksikan matahari
terbit di Puncak Anjani setidaknya kami masih bisa menyaksikan permainan
warna alam di pagi hari dijalur pendakian menuju puncak. Kami baru
menyentuh titik tertinggi di Pulau Lombok lewat pukul 8. Sementara
anggota tim Adjie, Farli dan Renly sudah menyandarkan diri di balik batu
puncak Rinjani.
Sekarang kami berdiri di 3726 mdpl, jauh di seberang sana Gunung
Agung tampak menjulang di balik awan. Sementara latar depan berupa Danau
Segara Anak mulai ditutupi awan tipis. Menjadi kebanggan bagi kami bisa
menggapai salah satu puncak tertinggi di negeri ini. Setidaknya kami
mendaki lebih tinggi dari Zoolinger, kawan.
Perjalanan kembali menuju Plawangan Sembalun termasuk cepat. Kami
menuruni jalur bebatuan dan tanah dengan berlari. Jika kaki tidak kuat
untuk menghentikan laju lari, hal termudah adalah menjatuhkan diri
kemudian menahan laju dengan tapak sepatu. Tapi semua itu harus
dilakukan dengan hati-hati, jika salah sedikit saja ganjarannya adalah
jatuh ke jurang.
|
Proses vulkanis
tektonis yang terjadi pada Gunung Rinjani pada zaman tersier menyisakan
lanskap yang luar biasa. Mendaki Gunung Rinjani tidak hanya memberikan
pengalaman petualangan yang luar biasa, tapi lebih dari itu banyak hal
yang dapat kita pelajari baik mengenai bentang alam Rinjani secara
geologi, maupun belajar mengenal berbagai macam keanakaragaman hayati
yang ada di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani ini. |
Setibanya di Plawangan Sembalun kami membawa cerita bagi anggota tim
yang membatalkan diri untuk summit. Cerita tentang kemauan, kerja keras
dan kebersamaan. Cerita itu yang menyemangati kami tiba hingga di
puncak. Apalagi yang lebih indah dari kebersamaan selain alam Rinjani
yang memang benar-benar menawan ? Itu sudah.
***
Rinjani merupakan Gunung Api bertipe Strato dengan Kaldera Berdanau
ini diperkirakan memiliki tinggi 5000 mdpl pada zaman tersier (lebih
dari 600.000 tahun lalu). Aktivitas tektonik vulkanik dalam skala besar
mengambil andil besar dalam perubahan bentuk Rinjani serta munculnya
kerucut Gunung Baru Jari (2376 mdpl). Aktivitas tektonik vulkanik
Rinjani juga memunculkan kaldera luas menampung air, masyakat lokal
menamainya Danau Segara Anak. Luas Danau ini mencapai 2400 m x 2800 m,
dan menjadikan salah satu danau vulkanik aktif terbesar di bumi.
Kami menuruni lereng bebatuan terjal, dari Plawangan Sembalun tempat
kami bermalam tadi malam mata kaki kami bergerak menuju Danau Segara
Anak. Sebuah Danau yang terbentuk akibat aktivitas Gunung Rinjani ribuan
tahun silam. Menuruni Danau Segara Anak bukan perkara mudah, jalan
berbatu yang kami turuni sulit sekali untuk dilewati. Namun kami tiba
juga di Segara Anak, tempat kami bermalam kali ini tepat dipinggir Danau
Segara Anak.
Hamparan danaunya biru pekat gelap, di seberang menjulang Gunung
Baru Jari lelap tanpa aktivitas. Tapi siapa yang tau diperut Gunung Baru
Jari, mungkin saja dapur magmanya sedang mengolah lahar-lahar untuk
dimuntahkan dalam waktu yang tidak bisa diprediksi. Bagi masayarakat
lokal, Sasak yang hidup dalam Adat Watu Telu serta masrakat Hindu Bali
menggangap Gunung Rinjani ini sebagai tempat suci dan tempat keramat
dimana para dewa bersemayam. Tak salah jika dibulan tertentu masyarakat
membawa sesajen ke Danau Segara untuk dipersembahkan kepada para dewa.
Bagi para pendaki, Danau Segara Anak menjadi tempat favorit untuk
merenggakan otot yang sudah dipaksa bekerja menggapai puncak. Tak
terkecuali kami, tak jauh dari tempat kami mendirikan tenda terdapat
sumber mata air panas. Air nya mengalir deras, sumber air panasnya
laksana kolam yang akan memanjakan setiap pendaki yang mandi. Kami
berendam hingga gelap malam.
|
Pagi hari di
Danau Segara Anak. Danau ini menjadi salah satu lokasi favorit para
pendaki setelah turun dari puncak Rinjani. Danaunya menawarkan ikan
segar yang bisa dipancing. Tak jauh dari danau ini terdapat sumber mata
air panas alami. |
Danau Segara Anak juga memberi penghidupan bagi penduduk lokal. Di
kedalaman danau nya hidup berbagai jenis ikan, penduduk lokal pergi
memancing ikan di danau. Hasilnya kemudian dijual di pasar tradisional.
Pendaki pun bisa menangkap ikan didanau ini.
***
Semalam di Danau Segara Anak, esoknya ucapan pisah harus terjadi
antara kami dan Danau Segara anak, begitu pula dengan Gunung Rinjani.
Perjalanan turun akan ditempuh dalam waktu 10-12 jam melewati jalur
Senaru. Dari Danau Segara Anak, kami harus tertatih mendaki tanjakan
batu hingga tiba di Plawangan Senaru. Di perjalanan, kami tersenyum
miris saat seorang teman hampir saja menginjak kotoran manusia yang
ditutupi tisu. Saya berpikir dalam hati, kadang-kadang majunya peradaban
tidak ikut serta membuat pikiran manusia maju. Saya yakin kotoran
tersebut bukan dihasilkan oleh warga lokal jika melihat ukuran dan tata
cara membersihkan kotorannya. Saya yakin ini adalah kotoran pendaki
asing yag membuang kotoran sembarangan bahkan ada kotoran yang dibuang
di jalur pendakian. Meskipun pendaki asing hidup dalam negara yang maju
dalam peradaban, namun ketidak tahuan mereka soal polusi kotoran yang
mereka buang serta alat pembersih berupa tisu tentunya sangat mengganggu
dan merusak lingkungan. Perlu adanya edukasi yang dilakukan oleh guide
maupun porter yang menemani mereka, minimal disetiap porter disediakan
alat penggali tanah. Jadi setiap pendaki yang hendak buang air besar
harus menggali tanah dan menutupi kotoran mereka.
Dari Plawangan Senaru perjalanan melewati turunan, awalnya kami
berjalan melewati pinggir bukit dengan pemandangan indah bukit
teletubies. Kemudian memasuki hutan yang ditumbuhi berbagai jenis pohon.
Pendakian Rinjani ini penuh dengan berbagai macam vegetasi, mulai dari
padang saban luas saat kami melewati Sembalun, jalur bebatuan dengan
taman edelwis yang sangat indah saat mendaki ke puncak Rinjani, Danau
Segara Anak yang bisa menjadi perpustakaan yang kaya akan ilmu soal
alam, serta hutan rimba saat kami menuruni jalur Senaru.
Semua itu tersaji indah di Rinjani yang sudah dikelola dengan sangat
baik. Rinjani yang menawarkan berbagai macam kesenangan bagi wisatawan,
menjadi ruang kelas bagi para pencari ilmu alam, menjadi sumber
penghidupan bagi penduduk lokal dan tempat bagi Suku Sasak dan
Masayarakt Hindu Bali untuk memberikan sesajen bagi para Dewa Mereka.
Sempurna sudah Taman Nasional Gunung Rinjani.
Tahun 2008, Rinjani pernah diusulkan untuk menjadi Taman Bumi
(Geopark) ke UNESCO. Rinjani punya aset untuk menjadi Taman Bumi laksana
Batur di Pulau Bali yang sudah lebih dulu menyandang predikat tersebut
Bentang alam yang terjadi melalui proses panjang yang sarat akan ilmu
pengetahuan, lanskap menawan, masyakat lokal yang menjadikan Rinjani
sebagai tempat suci, serta pengelolaan Rinjani yang sudah sangat baik
hendaknya membuka mata kita bagaiman suatu destinasi itu dikelola secara
baik, bukan hanya untuk keuntungan sekarang tapi juga untuk keuntungan
berkelanjutan bukan hanya dari segi ekonomi tetapi juga dari segi
pelestarian alam. Rinjani sudah siap melangkah ke Taman Bumi.
|
Tiba di gerbang Senaru setelah perjalanan turun selama 11 Jam. |
Perjalanan kami mendaki Rinjani berakhir saat malam sudah menggumpal
pekat pintu gerbang Senaru. Kami beristirahat sejenak dan mengucap
sukur atas pendakian ini. Sampai jumpa lagi Rinjani, semoga kita bisa
melangkah ke Taman Bumi. []