Senin, 19 Januari 2015

Mistis, satu kata yang paling sering dikaitkan dengan Gunung Lawu. Gunung yang terletak di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah ini konon memang merupakan pusat kegiatan spritual di Pulau Jawa. Boleh percaya, boleh tidak. Untuk sedikit pembuktian coba saja melakukan pencarian dengan kata kunci Gunung Lawu di Google. Saya sendiri menemukan banyak cerita mistis yang dialami para pendaki ketika melakukan ekspedisi di gunung ini. Namun bukan pendaki gunung namanya kalau menghindari pendakian gunung hanya gara-gara mitos seputar mistis.
Gunung Lawu memiliki dua rute pendakian yang biasa digunakan para pendaki. Rute pertama melewati pintu masuk Cemoro Sewu di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Rute ke-2 melewati pintu masuk Cemoro Kandang di Kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah. Kedua pintu masuk tersebut hanya berjarak sekitar 200 m. Saya dan teman satu tim berencana akan naik dari Cemoro Sewu dan turun dari Cemoro Kandang.
Pintu masuk Cemoro Sewu
Pintu masuk Cemoro Sewu
Hari I
Perjalanan saya mulai dari Kamal menyeberangi Selat Madura, disambung perjalanan darat Surabaya-Maospati selama ± 5 jam menaiki bus Sumber Selamat. Maospati menjadi meeting point dengan tiga teman tim lainnya. Untuk sampai di Cemoro Sewu, saya dan tim masih harus bertukar angkutan umum 2 kali lagi. Kebetulan tidak ada angkutan umum dari Terminal Maospati langsung ke Cemoro Sewu. Sungguh perjalanan yang cukup melelahkan.
Jam menunjukkan sekitar pukul 16.00 WIB ketika saya menginjakkan kaki di Cemoro Sewu. Hawa sejuk angin pegunungan terasa begitu dingin menyapa kulit. Sambil melakukan sedikit penyesuain diri dengan cuaca pegunungan, saya dan tim menikmati hidangan nasi sambel super pedas yang dibawa dari Madiun. Hujan mulai turun ketika kami mulai melakukan pendakian. Itu artinya jas hujan dan rain cover harus segera dipasang untuk melindungi tubuh dan tas carrier.
Banyak yang bilang Gunung Lawu rute Cemoro Sewu sangat cocok untuk pemula karena medannya yang tidak terlalu berat. Saya tidak merasakan itu sebagai seorang pemula. Saya sudah mulai ngos-ngosan di awal pendakian. Kedua kaki saya rasanya berat sekali untuk digerakkan. Beban tas carrier dipunggung tiba-tiba bertambah berat. Jantung rasanya mau copot, beradu cepat dengan irama nafas memompa oksigen ke seluruh tubuh. Malam menjelang ketika rombongan saya tiba di Pos 1. Saya sendiri akhirnya menyerah setelah melewati Pos 2, tas carrier 80 L yang saya bawa berpindah tangan ke salah satu teman.
Sekitar pukul 22.00 WIB akhirnya kami tiba juga di Pos 5 yang merupakan pos terakhir sebelum mencapai puncak. Kami mendirikan tenda di dekat mata air Sendang Drajat. Di sana sudah ada satu tenda tim pendaki lainnya. Sebelum beristirahat, teman-teman saya terlebih dulu menyiapkan makan malam dengan menu nasi putih dan ikan lele goreng dicampur sardines untuk mengganti energi yang hilang selama pendakian.
Mata air Sendang Drajat
Mata air Sendang Drajat
Hari II
Rencana summit attack gagal total karena hujan masih menetes dari langit membasahi bumi. Pagi itu kami hanya berdiam saja di tenda setelah sarapan sambil berharap cuaca akan membaik. Penantian kami tidak sia-sia. Langit akhirnya menampakkan warnanya yang biru. Awan-awan dan kabut yang menyelimuti dari pagi hari akhirnya menyingkir.
Langit biru di Gunung Lawu
Langit biru di Gunung Lawu
Kesempatan itu tidak kami sia-siakan untuk melakukan pendakian ke puncak. Hanya butuh waktu sekitar 30 menit dari Pos 5 menuju puncak Hargo Dumilah. Gunung Lawu sendiri memiliki 3 puncak, yaitu Hargo Dalem, Hargo Dumiling, dan Hargo Dumilah. Di antara ketiga puncak ini, Puncak Dumilah merupakan puncak tertinggi dengan ketinggian 3265 mdpl.
Puncak Hargo Dumilah
Puncak Hargo Dumilah 3265 mdpl
Saat berada di puncak, hujan turun kembali. Cuaca di Gunung Lawu memang agak sulit ditebak pada saat pendakian itu. Dengan pertimbangan cuaca itu ditambah keadaan fisik yang masih kurang fit akhirnya kami memutuskan menginap semalam lagi di Pos 5.
Hari III
Hari terakhir di Gunung Lawu dan keberuntungan sepertinya berpihak pada saya dan tim. Pagi-pagi sekali ketika baru saja bangun tidur, kami menyaksikan indahnya sunrise (matahari terbit) di tengah dinginnya cuaca Gunung Lawu.
Sunrise di Gunung Lawu
Sunrise di Gunung Lawu
Indahnya sunrise di Lawu
Indahnya sunrise di Lawu
Bahkan sesaat sebelum turun, kami juga sempat menyaksikan indahnya samudera di atas awan di Gunung Lawu. Pemandangan seperti ini memang sangat ditunggu-tunggu para pendaki gunung.
Samudera di atas awan Gunung Lawu
Samudera di atas awan Gunung Lawu
Perjalanan turun dari rute Cemoro Kandang membutuhkan waktu yang lebih cepat dari pada perjalanan naik. Namun dibutuhkan kehati-hatian yang lebih karena medan yang cukup curam dan licin. Di beberapa lokasi, rute yang harus dilalui bahkan sangat curam. Rute ini cukup berliku karena bentuknya yang zig-zag mengular menuruni lereng Gunung Lawu. Di sepanjang perjalanan, mata akan disajikan pemandangan Bunga Edelweis yang tampaknya masih cukup lestari di Gunung Lawu.
Rute Cemoro Kandang
Rute Cemoro Kandang
Dengan perjuangan yang cukup melelahkan, kami tiba dengan selamat tanpa kekurangan apapun di Cemoro Kandang sekitar pukul 14.00 WIB. Kami menyempatkan mampir di salah satu warung Sate Kelinci dan Sate Landak sebelum melanjutkan perjalanan pulang.
Di balik semua kisah mistis dan misterinya ternyata Gunung Lawu memiliki keindahan pemandangan yang sungguh luar biasa. Indonesia itu memang indah kawan!
Suatu hari di tahun 1864, terdorong keinginan yang kuat untuk menggapai puncak singasana Dewi Anjani, Zoolinger menembus rimba hutan. Kala itu Rinjani belumlah menjadi kawasan Taman Nasional seperti sekarang. Jalur pendakian yang sangat sulit, rimba belantara yang harus dibuka, serta mitos tempat dimana para jin bersemayam menjadikan pendakian Zoolinger seorang ahli botani kerkebangsaan Belanda tersebut tersendat-sendat. Zoolinger tidak sendiri, bersamanya ikut serta porter lokal yang membawa perlengkapan penelitian. Tak mudah mencapai puncak Rinjani, persediaan air yang tidak memadai menjadikan angan untuk berdiri di puncak Anjani sirna sudah. Namun demikian Zoolinger  tetap tercatat sebagai pendaki pertama di Gunung Rinjani.


Mount Rinjani; Gunung Rinjani; Volcano; Treking to Rinjani; Rinjani Photos; Segara Anak Lake; Danau Segara Anak; Sasak Tribe; Mendaki Gunung Rinjani; Lombok; Nusa Tenggara; Rinjani Base Camp; Taman Nasional Gunung Rinjani; Mount Rinjani National Park; Sembalun Trek; Senaru Trek; Rinjani Trek Management Board; Porter Rinjani; Jalur Senaru; Jalur Sembalun; Treking to Rinjani; Hike to Rinjani; Pemandangan Rinjani; foto Rinjani; Jalur Pendakian Gunung Rinjani; Savana; Cemara; Gunung Api; Volcano; Rute pendakian rinjani; Puncak Rinjani; Vegetasi Rinjani; Nusa Tenggara Barat; Titik Tertinggi; Lombok Guide; Guide to Hike Rinjani; Puncak Anjani; Dewi Anjani; Plawangan Sembalun; Plawangan Senaru; Tengengean; Forest; Lake; Hutan; Hill; Bukit; Camp Site; Fishing; Memancing; Landscape Rinjani; Stone; Batu; Indonesia Volcano; Place to Visit In Indonesia; Mataram; Mountain Photos; Volcanoes Photo; Indonesia Photography; Travel Photography; Best Indonesia Photos
Pemandangan Danau Segara Anak dan Puncak Anjani dilihat dari Plawangan Senaru. Gunung Rinjani dengan ketinggian 3726 mdpl merupakan gunung api tertinggi kedua di Indonesia. Bentang alam akibat proses tektonik vulkanik ribuan tahun silam menyisakan panorama alam yang menawan di gunung yang menjadi tenmpat suci dan keramat masyarakat Suku Sasak serta warga Hindu Bali.
     
      Dua abad setelah pendakian manusia ke Gunung Rinjani, saya bersama empat teman lainnya mendapat peruntungan. Tiket terbang Jakarta - Lombok PP serta hal yang sangat menyenangkan sudah menanti kami. Mengikuti jejak Zoolinger mendaki Gunung Rinjani, targetnya tentu saja Puncak Anjani diketinggian 3726 mdpl. Adalah Loreal Men Expert bersama dengan National Geographic Indonesia mengadakan kegiatan #blacktrail, sebuah program petualangan yang memberi edukasi dan membuka mata para pesertanya untuk mengenal Indonesia lebih jauh, belajar budaya lokal, berinteraksi dengan masyarakat dan melakukan perjalanan cerdik yang tentu saja memberi esensi perjalanan yang selama ini belum sepenuhnya saya dan teman-teman lakukan. Turut pula bersama kami Pak Rifki, dari Indecon (Indonesia Ecotourism Network) sebuah organisasi yang malang-melintang dalam pengelolaan destinasi berbasis ekowisata yang tentu saja memberi banyak manfaat bagi penduduk lokal. Nicholas Saputra, idola saya yang membintangi film Soe Hok Gie, Janji Joni dan sederet film hebat lainnya. Cahyo Alkantana videographer kawakan, karyanya sudah mendunia dan menjadikan pria 49 tahun kelahiran Yogyakarta ini menjadi petualang yang paling diperhitungkan di negeri ini.
***

    Kami membuka pagi pertama di Desa Sembalun, yang menjadi salah satu jalur pendakian yang ada di Rinjani selain Senaru dan Torean. Porter kami pagi ini menyajikan kopi dengan takaran pas, dan tentu saja pancake berstandar internasional dengan cita rasa lezat buatan penduduk Sembalun, sebuah kemajuan besar. Rinjani Trek Management Board (RTMB) adalah pihak yang sangat berjasa dalam mengedukasi para porter yang kesemuanya merupakan warga lokal. Usaha edukasi ini tentu saja membawa dampak besar terhadap pengelolaan kawasan Rinjani, tidak hanya dampak nyata dalam pelestarian kawasan alam, namun juga dampak ekonomi bagi warga lokal.

    "Dulu kalau kita rebus air, atau memasak nasi. Itu semua peralatan harus dijaga. Kalau ditinggalin sebentar, bisa hilang semua peralatan masak, bahkan panci yang lagi dimasak nasipun ikut raib." tutur Cahyo Alkantana mengenang betapa rawannya Rinjani saat pendakiannya tahun 1982.  Cerita-cerita seram itu pun saya dengar saat briefing sebelum keberangkatan menuju Rinjani di kantor Loreak Men Expert, tenda yang hilang dan pemalakan yang dilakukan warga lokal.

    Namun Pak Rifki dari Indecon meyakinkan sekali lagi bahwa Rinjani silam sudah melambung meninggalkan catatan-catatan hitamnya "Rinjani sekarang sudah sangat aman, masyarakat lokal diberdayakan sebagai porter. Pemasukan mereka sebagai porter bisa menghidupi keluarga. Jika musim pendakian ditutup, masyakat memancing ikan atau berladang."

    Cerita mengenai Rinjani pun menguap bersama sinar matahari pagi yang semakin meninggalkan cakrawala timur.  Pukul tujuh, semua porter sudah berkumpul menyiapkan barang bawaanya masing-masing. Kami para peserta blacktrail tentu juga mengambil persiapan untuk pendakian panjang hari ini. Guide kami, Abdul seorang pria lokal lulusan Sastra Inggris dari Universitas Mataram menjelaskan bahwa pendakian hari ini akan ditempuh dalam waktu lebih kurang 10 jam, tergantung kecepatan perjalanan kami.

    Kami menyinggahi kantor Taman Nasional Gunung Rinjani di Desa Sembalun. Guide kami menerangkan jalur pendakian yang akan dilewati hari ini. Kemudian masing-masing kami diberi tanda masuk untuk para pendaki. Tanda masuk ini bertarif Rp 10.000 untuk pendaki domestik dan Rp 150.000 untuk pendaki berkewarganegaraan asing.  Kami menggantungkan tanda masuk ini di tas yang kami bawa. Pendakian-pun dimulai.
***

    Kami melewati jalanan berbatu, perkebunan penduduk. Dikiri-kanan rumput-rumput menguning. Tanah berbatu yang kami lewati menerbangkan debu-nya saat telapak sepatu kami menginjak tanah agak keras. Pohon-pohon mengering, yang tersisa hanya rantingnya saja. Daunnya mungkin sudah menyatu dengan tanah. Kami berjalan semakin cepat beriringan dengan sengatan matahari.

    Kami berjalan mengejar Pos 1 Sembalun diketinggian 1300 mdpl. Dari pintu Sembalun menuju POs 1 perjalanan melintasi padang sabana dan tentu saja sangat menguras tenaga. Meskpiun datar, namun sabana Sembalun menyiksa kulit. Panas matahari menembak kulit kami secara langsung, tanpa ada tempat berteduh mau tidak mau kami harus melangkah lebih cepat. Sebelum matahari tepat diubun-ubun kami sudah menginjakkan kaki di Pos 1 Sembalun sudah dipenuhi para pendaki lain dari berbagai daerah termasuk turis mancanegara .

    Perjalanan beranjak dari ketinggian 1300 mdpl menuju 1500mdpl. Tujuan kami adalah Pos 2 Tengengean. Di pos ini kami beristirahat menunggu makan yang sedang disiapkan porter. Hampir semua para pendaki menjadikan Pos Tengengean sebagai tempat untuk menggelar tikar dan kompor, memasak makanan untuk asupan energi jalur pendakian berikutnya. Jalur pendakian yang menanjak menuju Plawangan Sembalun melewati jalur pendakian yang sangat menyiksa, bukit penyesalan dan bukit penyiksaan.

Mount Rinjani; Gunung Rinjani; Volcano; Treking to Rinjani; Rinjani Photos; Segara Anak Lake; Danau Segara Anak; Sasak Tribe; Mendaki Gunung Rinjani; Lombok; Nusa Tenggara; Rinjani Base Camp; Taman Nasional Gunung Rinjani; Mount Rinjani National Park; Sembalun Trek; Senaru Trek; Rinjani Trek Management Board; Porter Rinjani; Jalur Senaru; Jalur Sembalun; Treking to Rinjani; Hike to Rinjani; Pemandangan Rinjani; foto Rinjani; Jalur Pendakian Gunung Rinjani; Savana; Cemara; Gunung Api; Volcano; Rute pendakian rinjani; Puncak Rinjani; Vegetasi Rinjani; Nusa Tenggara Barat; Titik Tertinggi; Lombok Guide; Guide to Hike Rinjani; Puncak Anjani; Dewi Anjani; Plawangan Sembalun; Plawangan Senaru; Tengengean; Forest; Lake; Hutan; Hill; Bukit; Camp Site; Fishing; Memancing; Landscape Rinjani; Stone; Batu; Indonesia Volcano; Place to Visit In Indonesia; Mataram; Mountain Photos; Volcanoes Photo; Indonesia Photography; Travel Photography; Best Indonesia Photos
Porter melewati padang sabana Sembalun menuju Plawangan Sembalun. Kehadiran porter dibawah naungan Rinjani Trek Management Board sangat membantu serta memudahkan kegiatan pendakian bagi para wisatawan. Melalui edukasi yang diadakan, porter serta guide di Gunung Rinjani sudah memiliki standar pelayanan bagi para pendaki.
 
     Perjalanan dari Pos 2 menuju Plawangan Sembalun menyisakan pelajaran berharga bagi para pendaki. Ini soal alam yang tak mungkin untuk dilawan apalagi ditaklukan. Bayang-bayang bukit menghitam hangus akibat kebakaran lahan menjadi permasalahan baru bagi para pendaki. Di Rinjani, kebakaran adalah hal yang sangat rentan terjadi. Musim panas dalam waktu panjang mengeringkan rumput, mebuat tanah menjadi gersang. Gesekan-gesekan menimbulkan percikan api, membakar lahan dan menyebarkan asap-asap kebakaran yang sangat berbahaya. Alam bisa bersahabat dengan pendaki namun dengan seketika bisa menjadi lawan yang mematikan. Kebakaran perlu diwaspadai jika mendaki Rinjani saat musim panas, hal ini pulalah yang harusnya disadari para pendaki. Para pendaki perokok hendaknya memikirkan kembali efek dari kegiatan merokok yang mereka lakukan, begitu pula pendaki yang membuat unggun.

    Bukit penyesalan belum juga habis di daki, kami beristirahat sejenak di Pada Balong di ketinggian 1800mdpl. Saya tersandar ditumpukan batu, begitupun teman pendakian.

    "Jangan percaya tentang penyesalan yang datang di akhir. Disini penyesalan datang lebih awal, belum juga sampai di puncak Rinjani. Saya sudah menyesal..." seloroh Farli, seorang pendaki yang ikut dalam rombongan pendakian.

    Lewat Pada Balong, jalur semakin menanjak. Kami melewati tanah kering, dikiri kanan rerumputan kering menguning. Vegetasi dpenuhi pohon cemara gunung, paku gunung serta rereumputan. Kabut juga mulai menyentuh pucuk-pucuk kayu, menyisakan pemandangan hampa. Saya mengambil fokus untuk tidak melihat tanjakan tanah yang akan saya lewati. Hanya memandang kebawah, berusaha untuk berkonsentrasi melewati tanjakan-tanjakan. Konon cara ini adalah cara ampuh untuk menghilangkan frustasi melewati tanjakan. Fokus dan tatapan mata kebawah sedikit banyak mengurangi beban perasaan bahwa kita masih harus melewati tanjakan terjal.
   
    Sebelum senja kami menginjakkan kaki di area datar, ini belum Plawangan Sembalun yang menjadi tempat peristirahatan kami malam ini. Matahari senja bersinar kemerah-merahan dari balik gumpalan awan berhasil menghentikan langkah kami kemudian duduk menikmati matahari hilang dari penggungan bukit. "Di balik awan ini, Danau Segara Anak" Adjie menunjuk ke arah awan yang menggumpal menutupi cekungan yang dikelilingi bukit.  Matahari sudah berganti dengan gelap malam, kami mulai memasang jaket, sarung tangan, penutup kepala dan menyalakan senter menuju Plawangan Sembalun. Butuh waktu seitar 20 menit untuk tiba di Plawangan Sembalun.

Mount Rinjani; Gunung Rinjani; Volcano; Treking to Rinjani; Rinjani Photos; Segara Anak Lake; Danau Segara Anak; Sasak Tribe; Mendaki Gunung Rinjani; Lombok; Nusa Tenggara; Rinjani Base Camp; Taman Nasional Gunung Rinjani; Mount Rinjani National Park; Sembalun Trek; Senaru Trek; Rinjani Trek Management Board; Porter Rinjani; Jalur Senaru; Jalur Sembalun; Treking to Rinjani; Hike to Rinjani; Pemandangan Rinjani; foto Rinjani; Jalur Pendakian Gunung Rinjani; Savana; Cemara; Gunung Api; Volcano; Rute pendakian rinjani; Puncak Rinjani; Vegetasi Rinjani; Nusa Tenggara Barat; Titik Tertinggi; Lombok Guide; Guide to Hike Rinjani; Puncak Anjani; Dewi Anjani; Plawangan Sembalun; Plawangan Senaru; Tengengean; Forest; Lake; Hutan; Hill; Bukit; Camp Site; Fishing; Memancing; Landscape Rinjani; Stone; Batu; Indonesia Volcano; Place to Visit In Indonesia; Mataram; Mountain Photos; Volcanoes Photo; Indonesia Photography; Travel Photography; Best Indonesia Photos
Porter menyediakan makanan bagi para pendaki. Keseluruhan porter adalah warga lokal, sehingga kehadiran wisatawan yang mendaki menggunakan jasa porter turut membantu perekonomian masyarakat lokal.


 
    Sesampainya di Plawangan Sembalun, tenda sudah berdiri. Masing-masing tenda sudah terbentang matras dan sleeping bag yang akan menghangatkan kami malam ini. Teh hangat sudah tersedia untuk siap diminum, sementara makanan masih dimasak oleh para porter. Lagi-lagi saya dibuat kagum oleh kinerja porter yang bekerja luar biasa. Porter menjadi peringan beban para pendaki, terutama bagi para pendaki yang ingin menikmati jalur pendakian namun kesulitan untuk menyediakan tenaga lebih untuk membawa bekal maupun memasak makanan.

    Porter di Rinjani ibarat bidadari bagi para menusia yang dilanda asmara. Mereka memberikan totalitas pekerjaan untuk kenyamanan para pendaki. Pengelolaan Rinjani dan ketersedian porter yang berawasan tentunya patut dicontoh oleh gunug-gunung yang sudah dikelola ataupun yang akan dikelola untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata yang turut memberi pemasukan bagi masyarakat lokal. Bagi pendaki tentu saja ini akan sangat membantu, dengan membayar tarif porter maupun pemandu yang berkisar Rp 125.000 - 200.000 pendakian ke Puncak Rinjani bisa dilakukan dengan aman dan nyaman.

***

    Masih dinihari, diluar tenda beberapa tim pendakian sudah terbangun. Beberapa perlengkapan mulai dikemas, logistik, spanduk, perlengkapan pribadi pendakian dipastikan cukup tersedia. Hal yang paling penting tentu saja ketersedian penerangan yang cukup untuk summit kali ini. Pukul 02.30 kami mulai meninggalkan Plawangan Sembalun, tempat kami bermalam di ketinggian 2639 mdpl.

    Dari Plawangan Sembalun menuju puncak Rinjani diperkirakan memakan waktu 3 hingga 4 jam. Lagi-lagi semua tergantung kecepatan kita dalam berjalana. Menggapai puncak Rinjani bukan perkara mudah, tanah berdebu menjadi jalan pembuka perjalanan ke puncak. Belum lagi hembusan udara dingin yang menerpa semakin memberatkan langkah menuju puncak Rinjani. Beberapa diantara kami bahkan harus memupuskan harapannya untuk menggapai puncak Rinjani dan berbalik arah kembali ke Plawangan Sembalun.

    Saya bersama Firman Firdaus menjadi anggota tim yang terakhir menggapai puncak Rinjani. Meskipun tidak bisa menyaksikan matahari terbit di Puncak Anjani setidaknya kami masih bisa menyaksikan permainan warna alam di pagi hari dijalur pendakian menuju puncak. Kami baru menyentuh titik tertinggi di Pulau Lombok lewat pukul 8. Sementara anggota tim Adjie, Farli dan Renly sudah menyandarkan diri di balik batu puncak Rinjani.

    Sekarang kami berdiri di 3726 mdpl, jauh di seberang sana Gunung Agung tampak menjulang di balik awan. Sementara latar depan berupa Danau Segara Anak mulai ditutupi awan tipis. Menjadi kebanggan bagi kami bisa menggapai salah satu puncak tertinggi di negeri ini. Setidaknya kami mendaki lebih tinggi dari Zoolinger, kawan.

    Perjalanan kembali menuju Plawangan Sembalun termasuk cepat. Kami menuruni jalur bebatuan dan tanah dengan berlari. Jika kaki tidak kuat untuk menghentikan laju lari, hal termudah adalah menjatuhkan diri kemudian menahan laju dengan tapak sepatu. Tapi semua itu harus dilakukan dengan hati-hati, jika salah sedikit saja ganjarannya adalah jatuh ke jurang.

Mount Rinjani; Gunung Rinjani; Volcano; Treking to Rinjani; Rinjani Photos; Segara Anak Lake; Danau Segara Anak; Sasak Tribe; Mendaki Gunung Rinjani; Lombok; Nusa Tenggara; Rinjani Base Camp; Taman Nasional Gunung Rinjani; Mount Rinjani National Park; Sembalun Trek; Senaru Trek; Rinjani Trek Management Board; Porter Rinjani; Jalur Senaru; Jalur Sembalun; Treking to Rinjani; Hike to Rinjani; Pemandangan Rinjani; foto Rinjani; Jalur Pendakian Gunung Rinjani; Savana; Cemara; Gunung Api; Volcano; Rute pendakian rinjani; Puncak Rinjani; Vegetasi Rinjani; Nusa Tenggara Barat; Titik Tertinggi; Lombok Guide; Guide to Hike Rinjani; Puncak Anjani; Dewi Anjani; Plawangan Sembalun; Plawangan Senaru; Tengengean; Forest; Lake; Hutan; Hill; Bukit; Camp Site; Fishing; Memancing; Landscape Rinjani; Stone; Batu; Indonesia Volcano; Place to Visit In Indonesia; Mataram; Mountain Photos; Volcanoes Photo; Indonesia Photography; Travel Photography; Best Indonesia Photos
Proses vulkanis tektonis yang terjadi pada Gunung Rinjani  pada zaman tersier menyisakan lanskap yang luar biasa. Mendaki Gunung Rinjani tidak hanya memberikan pengalaman petualangan yang luar biasa, tapi lebih dari itu banyak hal yang dapat kita pelajari baik mengenai bentang alam Rinjani secara geologi, maupun belajar mengenal berbagai macam keanakaragaman hayati yang ada di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani ini.


 
Setibanya di Plawangan Sembalun kami membawa cerita bagi anggota tim yang membatalkan diri untuk summit. Cerita tentang kemauan, kerja keras dan kebersamaan. Cerita itu yang menyemangati kami tiba hingga di puncak. Apalagi yang lebih indah dari kebersamaan selain alam Rinjani yang memang benar-benar menawan ? Itu sudah.
***

    Rinjani merupakan Gunung Api bertipe Strato dengan Kaldera Berdanau ini diperkirakan memiliki tinggi 5000 mdpl pada zaman tersier (lebih dari 600.000 tahun lalu). Aktivitas tektonik vulkanik dalam skala besar mengambil andil besar dalam perubahan bentuk Rinjani serta munculnya kerucut Gunung Baru Jari (2376 mdpl). Aktivitas tektonik vulkanik Rinjani juga memunculkan kaldera luas menampung air, masyakat lokal menamainya Danau Segara Anak. Luas Danau ini mencapai 2400 m x 2800 m, dan menjadikan salah satu danau vulkanik aktif terbesar di bumi.

    Kami menuruni lereng bebatuan terjal, dari Plawangan Sembalun tempat kami bermalam tadi malam mata kaki kami bergerak menuju Danau Segara Anak. Sebuah Danau yang terbentuk akibat aktivitas Gunung Rinjani ribuan tahun silam. Menuruni Danau Segara Anak bukan perkara mudah, jalan berbatu yang kami turuni sulit sekali untuk dilewati. Namun kami tiba juga di Segara Anak, tempat kami bermalam kali ini tepat dipinggir Danau Segara Anak.

    Hamparan danaunya biru pekat gelap, di seberang menjulang Gunung Baru Jari lelap tanpa aktivitas. Tapi siapa yang tau diperut Gunung Baru Jari, mungkin saja dapur magmanya sedang mengolah lahar-lahar untuk dimuntahkan dalam waktu yang tidak bisa diprediksi. Bagi masayarakat lokal, Sasak yang hidup dalam Adat Watu Telu serta masrakat Hindu Bali menggangap Gunung Rinjani ini sebagai tempat suci dan tempat keramat dimana para dewa bersemayam. Tak salah jika dibulan tertentu masyarakat membawa sesajen ke Danau Segara untuk dipersembahkan kepada para dewa.

    Bagi para pendaki, Danau Segara Anak menjadi tempat favorit untuk merenggakan otot yang sudah dipaksa bekerja menggapai puncak. Tak terkecuali kami, tak jauh dari tempat kami mendirikan tenda terdapat sumber mata air panas. Air nya mengalir deras, sumber air panasnya laksana kolam yang akan memanjakan setiap pendaki yang mandi. Kami berendam hingga gelap malam.

Mount Rinjani; Gunung Rinjani; Volcano; Treking to Rinjani; Rinjani Photos; Segara Anak Lake; Danau Segara Anak; Sasak Tribe; Mendaki Gunung Rinjani; Lombok; Nusa Tenggara; Rinjani Base Camp; Taman Nasional Gunung Rinjani; Mount Rinjani National Park; Sembalun Trek; Senaru Trek; Rinjani Trek Management Board; Porter Rinjani; Jalur Senaru; Jalur Sembalun; Treking to Rinjani; Hike to Rinjani; Pemandangan Rinjani; foto Rinjani; Jalur Pendakian Gunung Rinjani; Savana; Cemara; Gunung Api; Volcano; Rute pendakian rinjani; Puncak Rinjani; Vegetasi Rinjani; Nusa Tenggara Barat; Titik Tertinggi; Lombok Guide; Guide to Hike Rinjani; Puncak Anjani; Dewi Anjani; Plawangan Sembalun; Plawangan Senaru; Tengengean; Forest; Lake; Hutan; Hill; Bukit; Camp Site; Fishing; Memancing; Landscape Rinjani; Stone; Batu; Indonesia Volcano; Place to Visit In Indonesia; Mataram; Mountain Photos; Volcanoes Photo; Indonesia Photography; Travel Photography; Best Indonesia Photos
Pagi hari di Danau Segara Anak. Danau ini menjadi salah satu lokasi favorit para pendaki setelah turun dari puncak Rinjani. Danaunya menawarkan ikan segar yang bisa dipancing. Tak jauh dari danau ini terdapat sumber mata air panas alami.

   Danau Segara Anak juga memberi penghidupan bagi penduduk lokal. Di kedalaman danau nya hidup berbagai jenis ikan, penduduk lokal pergi memancing ikan di danau. Hasilnya kemudian dijual di pasar tradisional. Pendaki pun bisa menangkap ikan didanau ini.
***

    Semalam di Danau Segara Anak, esoknya ucapan pisah harus terjadi antara kami dan Danau Segara anak, begitu pula dengan Gunung Rinjani. Perjalanan turun akan ditempuh dalam waktu 10-12 jam melewati jalur Senaru. Dari Danau Segara Anak, kami harus tertatih mendaki tanjakan batu hingga tiba di Plawangan Senaru. Di perjalanan, kami tersenyum miris saat seorang teman hampir saja menginjak kotoran manusia yang ditutupi tisu. Saya berpikir dalam hati, kadang-kadang majunya peradaban tidak ikut serta membuat pikiran manusia maju. Saya yakin kotoran tersebut bukan dihasilkan oleh warga lokal jika melihat ukuran dan tata cara membersihkan kotorannya. Saya yakin ini adalah kotoran pendaki asing yag membuang kotoran sembarangan bahkan ada kotoran yang dibuang di jalur pendakian. Meskipun pendaki asing hidup dalam negara yang maju dalam peradaban, namun ketidak tahuan mereka soal polusi kotoran yang mereka buang serta alat pembersih berupa tisu tentunya sangat mengganggu dan merusak lingkungan. Perlu adanya edukasi yang dilakukan oleh guide maupun porter yang menemani mereka, minimal disetiap porter disediakan alat penggali tanah. Jadi setiap pendaki yang hendak buang air besar harus menggali tanah dan menutupi kotoran mereka.

    Dari Plawangan Senaru perjalanan melewati turunan, awalnya kami berjalan melewati pinggir bukit dengan pemandangan indah bukit teletubies. Kemudian memasuki hutan yang ditumbuhi berbagai jenis pohon. Pendakian Rinjani ini penuh dengan berbagai macam vegetasi, mulai dari padang saban luas saat kami melewati Sembalun, jalur bebatuan dengan taman edelwis yang sangat indah saat mendaki ke puncak Rinjani, Danau Segara Anak yang bisa menjadi perpustakaan yang kaya akan ilmu soal alam, serta hutan rimba saat kami menuruni jalur Senaru.

    Semua itu tersaji indah di Rinjani yang sudah dikelola dengan sangat baik. Rinjani yang menawarkan berbagai macam kesenangan bagi wisatawan, menjadi ruang kelas bagi para pencari ilmu alam, menjadi sumber penghidupan bagi penduduk lokal dan tempat bagi Suku Sasak dan Masayarakt Hindu Bali untuk memberikan sesajen bagi para Dewa Mereka. Sempurna sudah Taman Nasional Gunung Rinjani.

    Tahun 2008, Rinjani pernah diusulkan untuk menjadi Taman Bumi (Geopark) ke UNESCO. Rinjani punya aset untuk menjadi Taman Bumi laksana Batur di Pulau Bali yang sudah lebih dulu menyandang predikat tersebut Bentang alam yang terjadi melalui proses panjang yang sarat akan ilmu pengetahuan, lanskap menawan, masyakat lokal yang menjadikan Rinjani sebagai tempat suci, serta pengelolaan Rinjani yang sudah sangat baik hendaknya membuka mata kita bagaiman suatu destinasi itu dikelola secara baik, bukan hanya untuk keuntungan sekarang tapi juga untuk keuntungan berkelanjutan bukan hanya dari segi ekonomi tetapi juga dari segi pelestarian alam. Rinjani sudah siap melangkah ke Taman Bumi.

Tiba di gerbang Senaru setelah perjalanan turun selama 11 Jam.

    Perjalanan kami mendaki Rinjani berakhir saat malam sudah menggumpal pekat pintu gerbang Senaru. Kami beristirahat sejenak dan mengucap sukur atas pendakian ini. Sampai jumpa lagi Rinjani, semoga kita bisa melangkah ke Taman Bumi. []
Mendaki di Gunung Merbabu

Kegiatan mendaki gunung memang sudah cukup popular dan digemari banyak orang. Banyak yang berpendapat bahwa mendaki gunung merupakan sebuah aktivitas atau hobi yang dapat memberikan kepuasan tersendiri karena banyak hal menarik yang akan didapat dari kegiatan pendakian. Pendakipendakian gunung merbabu pican pertama yang kulakukan adalah pendakian Gunung Merbabu di Jawa Tengah yang memiliki ketinggian 3.142 M dpl. Saat itu aku masih duduk di bangku SMA kelas 2. Aku bersama teman- teman yang berjumlah 7 orang memulai pendakian dari jalur pendakian Wekas. Ini merupakan jalur yang bisa dibilang cukup mudah karena biasanya para pendaki pemula menggunakan jalur ini untuk mencapai puncak merbabu. Wekas sendiri merupakan nama desa terakhir sebelum mencapai puncak Merbabu.
                      
Sebelum memulai pendakian aku bersama teman- teman singgah di Basecamp yang banyak disediakan bagi para pendaki di Jalur Wekas ini. Setelah melakukan briefing mengenai skenario pendakian yang akan dilakukan akhirnya pada pukul 22.10 WIB kamipun memulai pendakian. Ditengah gerimis ringan dan dinginya udara gunung aku mulai melangkah menapaki jalan setapak yang cukup licin oleh air hujan. Beberapa kali aku hampir- hampir terpeleset karena tanah becek yang kupijak. Langkah demi langkah kususuri jalan yang licin tersebut dengan cahaya dari senter yang kubawa. Semakin lama melangkah, nafas ini terasa semakin berat. Jalan yang begitu terjal menanjak serasa menghabiskan nafas yang berusaha tetap kukendalikan. Walaupun aku merasa masih mampu untuk melanjutkan pendakian akan tetpendakian gunung merbabu picapi ada temanku yang meminta untuk berhenti untuk sekedar mengambil nafas karena kecapekan. Memang kami semua pada saat itu dihadapkan pada pilihan yang serba sulit yaitu jalan dengan kondisi yang cukup berat atau berhenti tetapi kedinginan. Tetes keringat yang terasa panas akibat kondisi jalan yang begitu berat akan berubah menjadi dingin yang luar biasa secara cepat sesaat setelah kita berhenti berjalan akibat dinginya cuaca. Dengan semangat yang masih kokoh untuk mencapai puncak akupun melanjutkan pendakian bersama anggota tim yang juga masih semangat walaupun sudah sangat capek.

Akhirnya setelah hampir tiga jam berjalan, akupun sampai di pos II jalur pendakian ini. Pos ini cukup luas sehingga sering dijadikan sebagai tempat untuk beristirahat, mendirikan tenda, dan memasak sebelum meneruskan perjalanan ke puncak. Di tengah udara yang begitu dingin kami membuka dua buah tenda dome untuk beristirahat. Saat itu juga banyak pendaki lain yang lebih dulu sampai di pos II dan mendirikan dome. Setelah selesai mendirikan tenda aku dan beberapa teman pun memasak mie instant dan air panas untuk mengusir hawa dingin dan perut yang sudah mulai lapar, sementara sebagian temanku sudah tidur terlelap karena kecapekan. Tidak sampai tiga jam aku beristirahat di pos II ini dan kemudian melanjutkan perjalanan kembali menuju puncak.. Target ku saat itu adalah mencapai puncak sebelum Sunrise. Lebatnya hutan pinus yang kami temui sebelum pos II mulai berganti dengan semak- semak kecil yang terbuka sehingga pemandangan langit pun begitu menarik karena hujan gerimis yang sempat mengguyur sudah berhenti.

Setelah terus berjalan akhirnya aku merasakan bahwa hari sudah mulai terang. Saya sempat kecewa karena saat itu kami belum sampai di puncak akan tetapi matahari sudah hampir muncul. Saat itu aku baru sampai di pertigaan yang merupakan pertemuan antara jalur pendakaian Wekas dengan jalur perdakian Kopeng. Karena tempatnya cukup luas dan dirasa nyaman buat menikmati sunrise, akhirnya aku dan teman- teman berhenti untuk menikmati sunrire disini. Tidak lama aku menunggu……. Dan….Luar biasa.. Ini adalah sunrise pertama yang kusaksikan diatas gunung. Sungguh suatu pemandangan yang membuatku teringat akan kebesaran Sang Maha Pencipta alapendakian gunung merbabu picm. Setelah setengah jam menikmati sunrise akupun melanjutkan pendakian ke puncak Kenteng Songo yeng merupakan puncak tertinggi Gunung Merbabu ini. Hanya dibutuhkan waktu sekitar satu jam sampai akhirnya akupun sampai dipuncak kenteng songo yang berada di ketinggian 3.142 M dpl. Lagi- lagi untuk yang kedua kalinya aku merasakan kekagumanku kepada alam yang sedang kusaksikan ini. Pemandangan yang begitu indah berada di semua penjuru mata angin. Dari sini bisa kusaksikan gunung merapi yang mengeluarkan asap belerang, serta gunung- gunung lain seperti Gunung Sumbing dan Sindoro yang kelihatan begitu indah. Disini aku merasakan hangatnya pancaran sinar matahari yang bercampur dengan dinginya undara gunung. Setelah puas menikmati puncak Merbabu aku dan teman- temanpun melanjutkan perjalanan kembali ke Basecamp Wekas. Akhirnya pada sekitar pukul 14.30 WIB kami semua sampai di Basecamp Wekas dengan selamat. Puji Syukur kepada Sang Pancipta Alam Raya yang telah menunjukkan segala keagunga-Nya kepadaku hari ini. Ini merupakan pendakian pertamaku yang akan mengilhami petualanganku dengan alam selanjutnya.
Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!